
Pontianak, Kalbar -Indoglobenews
Kasus dugaan korupsi dana hibah Yayasan Mujahidin hingga kini masih menggantung tanpa kepastian hukum. Padahal, kasus ini sudah cukup lama bergulir bahkan melewati beberapa kali pergantian pimpinan di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, namun tetap belum menemui titik terang.
Pimpinan Wilayah PW GNPK RI Kalbar menegaskan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bukan semata-mata berbicara soal “mengambil uang”, tetapi juga soal keterlibatan seseorang, baik secara perorangan maupun kelompok dengan jabatan penyelenggara Negara dalam kasus tersebut dapat merugikan keuangan negara dengan melawan hukum.
“Tidak ada alasan bagi penegak hukum, khususnya Kejati Kalbar, untuk tidak menuntaskan kasus hibah ini. Kalau memang tidak ditemukan kerugian negara, segera terbitkan Surat Pemberhentian Penyidikan. Tetapi kalau terbukti, segera tetapkan tersangka,” tegasnya.
Sebelumnya, beredar surat pernyataan bermeterai dari Sutarmizi yang berisi kesediaannya bila harta bendanya disita aparat hukum jika terbukti menerima hasil kejahatan. Bagi PW GNPK RI Kalbar, surat pernyataan tersebut dapat dijadikan alat bukti petunjuk atau pintu masuk bagi penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 188 KUHAP dan juga relevan dengan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001.
Menurut mereka, Pasal 2 berbicara tentang kerugian negara, sementara Pasal 3 menjerat penyalahgunaan wewenang atau jabatan yang disandang seseorang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara. Baik secara langsung atau tidak langsung Karena oleh karena itu penegak hukum harus berani memproses dan kalau terbukti harus berani menetapkan status hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat, baik langsung maupun tidak langsung.
“Kasus ini sudah terlalu lama buram. Jangan sampai publik menduga ada intervensi pihak lain atau alat bukti yang sengaja diperlambat. Sudah saatnya Kejati Kalbar berani membuka kasus ini terang-benderang. Yang benar, katakan benar; yang salah, silakan diproses,” tegas PW GNPK RI Kalbar.
(Saidi/Tim)